Home

Ketahanan Keluarga dalam Menghadapi Tantangan Kekinian

Pernikahan adalah mitsaqan ghalidzan atau janji yang kuat sehingga harus dijaga kelangsungannya. Sebelum menikah pasangan suami istri perlu untuk memiliki tekad kuat dalam mempertahankan ikatan ini sepanjang nyawa masih di kandung badan. Namun kehidupan dalam pernikahan pasti bertemu rintangan dan tantangan. Tak ada perahu rumah tangga yang tidak diterjang oleh ombak dan badai. Oleh karenanya pasangan suami dan istri harus mampu bekerja sama menghadapi semua rintangan. 

Rintangan ada yang ringan dan ada yang berat. Yang sifatnya berat kita sebut sebagai kondisi khusus. Maksudnya, bahwa dalam kehidupan keluarga dimungkinkan akan menghadapi rintangan berat yang mampu mengancam keutuhan keluarga secara serius. Misalnya, terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, terlibat dalam jaringan pecandu narkoba, berada dalam wilayah konflik, menghadapi pernikahan beresiko, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu penting bagi calon pengantin untuk mendapatkan informasi beberapa kondisi khusus dalam kehidupan keluarga, serta mampu untuk mengantisipasi dan menghadapinya. 


Tantangan dalam Situasi Khusus


 1. Ayah dan Ibu berbeda dalam pola asuh Masing-masing orangtua memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda-beda. Jika ada perbedaan ayah dan ibu dalam mengasuh dan mendidik anak adalah wajar. Namun perbedaan pola asuh ini ternyata berdampak negatif. Anak dapat mengalami kebingungan, sebenarnya perilaku yang diharapkan yang mana. Perbedaan pola asuh ini juga dapat menjadi sumber konflik suami-istri yang akan mengurangi keharmonisan keluarga. Konflik antara ayah dan ibu yang terjadi dapat mempengaruhi perkembangan psikologis anak. 

Alternatif solusi: 

a. Ayah dan ibu perlu menyepakati nilai-nilai yang utama sebagai pedoman dalam mendidik anak

b. Setiap menemukan perbedaan cara/pola asuh, sebaiknya menggunakan salah satu cara yang sudah lebih dulu diterapkan. Ayah dan ibu perlu menghindari berdebat tentang perbedaan cara merespon anak ini di depannya. Bila situasinya sudah memungkinkan, ayah dan ibu perlu berbicara secara khusus tentang cara yang akan disepakati selanjutnya, namun pembicaraan ini tidak dilakukan di depan anak.

c. Gunakan pola asuh yang memang memiliki dasar nilai yang menjadi nilai utama dalam mendidik anak. Cek/lihat kembali tugas 3!

2. Ayah dan Ibu sama-sama bekerja

Pada jaman sekarang tidak sedikit keluarga yang dihadapkan pada situasi ini. Tuntutan ekonomi menjadi alasan utama sehingga kedua orangtua harus sama-sama bekerja. Akibat dari situasi ini adalah berkurangnya waktu dan perhatian orangtua kepada anak. 

Alternatif solusi: 

a. Jika memungkinkan, menyepakati waktu bekerja agar suami dan istri dapat secara bergantian mengasuh anak.

b. Ketika sudah di rumah, baik suami dan istri memberikan perhatian penuh pada anak. Dengan waktu yang terbatas, upayakan kualitas hubungan tetap terjaga. Tetap sepakati di mana dalam satu minggu, ada hari keluarga. 

c. Salah satu pasangan dapat memilih profesi/pekerjaan yang dapat dilakukan di rumah.

d. Melibatkan bantuan dari pihak lain yang dapat dipercaya (kakek/nenek, paman/bibi, saudara, taman pengasuhan anak/TPA, dan lain-lain).

3. Ketika ada campur tangan pengasuhan dari keluarga besarSebagian besar budaya di Indonesia adalah sifat kekeluargaan/ kekerabatan yang sangat kuat. Tidak jarang, keluarga besar masih terlibat dalam urusan rumah tangga keluarga inti. Misalnya: kakek/nenek yang terlibat dalam pengasuhan anak. Pola asuh dari kakek/nenek bisa jadi tidak sama dengan pola asuh yang kita terapkan. Jika hal ini terjadi, sedikit banyak tetap berpengaruh pada perilaku anak.

Alternatif solusi: 

a. Jika ada pihak lain yang menerapkan pola asuh yang tidak sesuai, kurangi jumlah waktu bersama mereka. Ingat, dengan siapakah anak banyak menghabiskan waktunya maka orang tersebut memiliki pengaruh yang kuat dalam membentuk pribadi anak. Usahakan bahwa anak tetap lebih banyak bersama orangtua, sehingga orangtua tetap lebih dominan dalam membentuk karakter anak.

b. Bicarakan dengan pasangan, solusi yang akan dipilih untuk memperbaiki pola asuh yang salah dari pihak lain.

c. Sampaikan secara baik-baik, harapan anda kepada pihak keluarga/lain yang menerapkan pola asuh salah tersebut.

4. Memiliki anak berkebutuhan khusus (ABK)

Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang mengalami hambatan perkembangan. Orangtua yang memiliki ABK akan menghadapi tantangan yang semakin berat. Diperlukan kerja keras dan kerja sama yang lebih kuat dari kedua orangtuanya. Orangtua harus menerima kenyataan dengan ikhlas. Berbagai upaya tetap harus dilakukan agar anak berkembang dengan lebih baik. 

Alternatif solusi: 

a. Segera bawa anak ke petugas kesehatan. Anda dapat membawanya ke puskesmas, rumah sakit, maupun klinik tumbuh kembang anak yang ada di daerah anda. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak (DDTKA) sangat penting untuk segera dilakukan. Penanganan sedini mungkin akan jauh lebih baik. Sebaliknya, jika terlambat mendapatkan penanganan yang tepat, maka bisa berdampak jangka panjang.

b. Melibatkan pihak lain dalam menangani anak. Pihak lain yang dapat dimintai bantuan misalnya dokter, psikolog, terapis, pendidik/guru. Kerja sama dari banyak pihak akan semakin baik. 

c. Kedua orangtua harus terlibat penuh dalam melatih, memberi rangsangan serta memantau perkembangannya. Orangtua perlu bersikap positif dan aktif. Jika orangtuanya sendiri yang melatih (menangani), hasil kemajuan anak akan jauh lebih baik. 

d. Menetapkan harapan yang masuk akal. Setiap ABK memiliki keunikannya sendiri-sendiri. Jangan pernah membandingkan dia dengan anak lain! Ia memiliki keterbatasanya sendiri. Dan yakinlah bahwa mereka pun memiliki keunggulannya sendiri. Setiap ABK juga merupakan anak yang istimewa yang memiliki potensinya masing-masing.

e. ABK tetap memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan yang sama. Pemerintah menganjurkan agar ABK tetap diterima di sekolah umum bahkan sejak di PAUD (Kelompok Bermain, TK/RA, TPA). 

5. Pengasuhan Anak dalam situasi bencana alam

a. Menempatkan anak di tempat yang paling aman/terlindungi.

b. Menempatkan anak di lingkungan yang mereka kenal, di antara orang-orang yang ia kenal agar ia merasa aman dan nyaman. Ketika anak berada di lingkungan yang asing, maka anak akan semakin cemas. Maka dari itu, hindari anak dipisahkan dari keluarga, kerabat atau komunitasnya.

c. Situasi bencana sangat mungkin membuat anak trauma. Anak membutuhkan perhatian, kasih sayang, hiburan, serta kegiatan-kegiatan yang menyenangkan agar mereka cepat melupakan pengalaman traumanya. 

d. Perlu memperhatikan dan mengukur sejauh mana trauma dan dampak buruk yang ia alami. Segala upaya perlu dilakukan untuk memulihkan kondisi kejiwaan anak. Jika diperlukan, bantuan para ahli (dokter/ psikolog /pendamping anak) akan sangat membantu.

6. Ketika suami dan istri bercerai

Perceraian sudah pasti akan berdampak buruk pada anak. Dalam hal ini, anak akan selalu menjadi korban. Namun, seandainya memang cerai adalah keputusan yang diambil orangtua, maka anak tetap memiliki hak-hak yang sama yang harus tetap dipenuhi sepenuhnya. Islam mengatur hak asuh anak agar mereka tetap mendapatkan perhatian, kasih sayang dan tetap mendapatkan kebaikan. Jika anak dibiarkan tanpa ada penanggung jawab, maka anak akan terabaikan, dapat terancam bahaya tanpa ada yang melindungi. Tanggung jawab terhadap pemenuhan hak-hak anak ketika orangtua bercerai, tetap harus dipikul oleh kedua orangtuanya serta kerabat/keluarga besar yang masih memiliki hubungan darah. 

Strategi Menanamkan Kedisiplinan

 Disiplin adalah patuh atau taat pada aturan. Aturan ini bisa berupa aturan agama, nilai keluarga, aturan sekolah, maupun norma masyarakat/budaya yang berlaku. Menanamkan kedisiplinan akan berhasil jika dilakukan sejak dini. 

Strategi menanamkan kedisiplinan:

1. Contohkan! 

Lakukan terlebih dahulu perilaku disiplin yang ingin ditanamkan. Ingat, anak belajar dari meniru, melihat perilaku/tindakan kita. 

2. Jelas

Aturan harus jelas! Katakan secara jelas (kongkrit) perilaku disiplin yang anda harapkan. Usahakan untuk menggunakan kalimat positif. Hindari kalimat negatif dan perintah yang diawali dengan kata “jangan” dan “tidak boleh”! Pastikan anak memahami harapan kita. Berdasar ilmu psikologi, anak sampai dengan usia 7 tahun masih belum dapat memahami kata-kata yang abstrak. Mereka hanya memahami kata-kata yang kongkrit/nyata, jelas, dan yang dapat mereka lihat.

3. Tegas

Disiplin adalah mendidik dengan tegas, bukan dengan kekerasan! Ketika anda menegakkan suatu aturan, maka bersikaplah tegas! Kata Tidak berarti tidak sama sekali! Ketika aturannya masuk akal dan anda yakin bahwa anak mampu melakukannya, maka tidak ada alasan untuk memberinya toleransi. Tegas bukan berarti anda harus bersikap keras. Tegas adalah memberi sanksi yang manusiawi ketika anak melanggar. Pemberian sanksi ini sebaiknya sesuai dengan jenis pelanggarannya. Sanksi juga perlu diberikan secepatnya. Contoh: ketika anak membuang sampah sembarangan, sanksi yang tepat adalah minta anak mengambilnya dan membuangnya ke tempat sampah. 

Menggunakan cara kekerasan adalah menerapkan hukuman, baik secara kata-kata (menyakiti hati) maupun hukuman fisik. Para ahli menyatakan bahwa hukuman mungkin akan bisa membuat anak disiplin, namun dia akan patuh jika hanya ada anda. Ketika tidak ada yang mengawasi, anak akan melanggarnya. Dampak lain, anak justru akan menjadi semakin bandel, kebal atau tidak mempan dengan hukuman yang diberikan. 

4. Konsisten

Untuk membentuk perilaku, dibutuhkan pembiasaan. Begitu juga dalam menanamkan kedisiplinan, butuh diterapkan secara berulang-ulang. Jika suatu aturan tidak ditegakkan secara konsisten, maka hasilnya tentu juga tidak akan konsisten. 


Komunikasi Positif dan Efektif

 


Dalam pendidikan anak, hubungan dan komunikasi antara orangtua dan anak adalah intinya. Di dalam interaksi yang terjadi sehari-hari terjadi proses pembelajaran dan pendidikan. Kunci dari komunikasi positif dan efektif adalah kemampuan orangtua dalam memahami anak. Anak yang merasa dipahami, akan memiliki perasaan positif, bahagia, dan berdampak pada tumbuh kembang yang lebih baik. Sebaliknya, komunikasi negatif akan mempengaruhi jiwa anak ke arah karaker yang negatif pula. 

Untuk memahami anak dengan baik, hal utama yang perlu dibiasakan orangtua adalah mendengarkan anak. Jika anak didengar dan dipahami perasaannya, dia akan merasa nyaman, dianggap penting dan berharga. Sementara, ketika anak tidak didengarkan, dia akan merasa ditolak, kesal, marah, dan berdampak negatif pada rasa percaya dirinya. 

Beberapa Kesalahan Umum dalam Pola Asuh Anak


1. Orangtua terlalu lunak / tidak tegas

a. Menyogok

b. Mengulang-ulang peringatan

c. Mengabaikan dan membiarkan perilaku salah dilakukan oleh anak

d. Memberi kesempatan kedua

e. Berdebat 

f. Memberi aturan yang tidak jelas / kurang kongkrit


2. Pola komunikasi dan interaksi yang negatif

a. Terlalu memerintah

b. Meremehkan, menyepelekan, tidak memberi pujian atas perilaku positif atau hasil karya anak

c. Membandingkan dengan anak lain (saudara atau temannya)

d. Memberi cap/julukan/label negatif

e. Terlalu menasehati/menceramahi

f. Ekspresi penolakan terhadap anak


3. Menggunakan pola kekerasan

a. Marah-marah, membentak, berteriak pada anak, berbicara kasar pada anak

b. Menyakiti emosi/hati anak: menyalahkan, 

mengkritik

c. Mempermalukan anak (terutama di depan umum)

d. Mengancam, menakut-nakuti

e. Melakukan kekerasan fisik (mencubit, memukul, menjambak, dan kekerasan fisik atau bentuk penganiayaan lain)


4. Orangtua yang kurang peduli dan mengabaikan kebutuhan anak

a. Tidak memberikan perhatian yang cukup pada kegiatan yang terkait anak 

b. Tidak peduli terhadap sekolah anak, pendidikannya, teman-temannya

c. Tidak perhatian atau tidak tertarik terhadap aktivitas dan minat anak

d. Kurang memperhatikan kesehatan anak

e. Tidak melibatkan anak ketika membuat rencana keluarga

f.Gagal dalam memberikan rasa aman dan 
perlindungan pada anak
g. Meninggalkan anak dalam waktu yang lama 
h. Tidak memberi kesempatan anak untuk bermain bersama temannya. Tidak mengijinkan anak untuk berinteraksi dengan temannya. Memisahkan anak dari teman-temannya.

Jenis-jenis Pola Asuh Anak

 


Jenis-jenis Pola Asuh Anak

1. Otoriter

Ciri pola asuh ini adalah sikap orangtua yang terlalu tegas dan tanpa menghargai anak. Orangtua otoriter cenderung memaksa anak untuk mengikuti kehendak orangtua. Orangtua membuat aturan-aturan yang harus dipatuhi tanpa mempertimbangan perasaan anak. Jika anak tidak patuh, orangtua cenderung memberi hukuman. Dampak dari pola asuh ini adalah anak merasa tertekan, tidak percaya diri, cenderung agresif/memberontak, dan tidak terampil dalam mengambil keputusan.

2. Permisif 

Ciri pola asuh ini adalah sikap orangtua yang tidak tegas dan cenderung serba boleh. Orangtua tidak memberi batas-batas yang jelas dan tegas tentang berbagai aturan perilaku. Orangtua permisif adalah orangtua yang hangat pada anak, namun terlalu membiarkan dan membebaskan anak melakukan apapun sesuai keinginan anak. Dampak negatif dari pola asuh ini adalah anak berkembang menjadi pribadi yang suka memaksakan kehendak, mau menang sendiri, kontrol dirinya kurang, dan kurang bertanggung jawab. 

3. Demokratis
Ciri pola asuh demokratis adalah sikap orangtua yang tegas tapi tetap menghargai anak. Orangtua demokratis bersikap hangat pada anak, mendengarkan, dan mampu memahami perasaaan anak. Namun tetap memiliki batasan yang jelas, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan anak. Orangtua demokratis mampu bersikap tegas untuk menegakkan aturanaturan yang sudah disepakati. Hasil dari pola asuh demokratis 
adalah anak akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, mandiri, dapat mengendalikan diri, dan bertanggung jawab.

Peran dan Tanggung Jawab Orangtua

 


Setiap orangtua bertanggung jawab atas anaknya, karena anak adalah amanah dari Allah SWT, sehingga apa yang kita lakukan terhadap anak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Allah SWT berfirman,”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”. (QS. At-Tahrim/66:6). Abdullah bin Umar dalam Tuhfah al Maudud menjelaskan,”Didiklah anakmu karena sesungguhnya engkau akan dimintai pertanggungjawaban mengenai pendidikan yang telah engkau berikan kepadanya”. 

Secara umum, peran dan tanggung jawab orangtua adalah 

sebagai berikut:

1. Perawatan: 

a. Menjaga kebersihan

b. Kesehatan (gizi, imunisasi, pengobatan yang tepat dan 

cepat)

2. Pengasuhan:

a. Memenuhi kebutuhan pangan (makanan/minuman sehat sesuai kebutuhan anak menurut usianya)

b. Memenuhi kebutuhan pakaian (bersih, sehat, dan layak)

c. Memenuhi kebutuhan tempat tinggal (aman, nyaman, dan menyenangkan)

3. Perlindungan: 

a. Menjamin anak dalam keadaan aman dan selamat

b. Melindungi anak dari perlakuan kekejaman, kekerasan, penganiayaan dan perlakuan salah lainnya.

4. Pendidikan: 

a. Memberi keteladanan dan pembiasaan untuk membangun karakter positif

b. Memberi rangsangan dan latihan agar kemampuannya meningkat

Hak anak

 


Hak anak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh anak dari sejak lahir. Yang dimaksud sebagai anak berdasar hukum yang berlaku di Indonesia adalah yang berusia dibawah 18 tahun. Hak anak ini melekat dalam diri anak dan merupakan Hak Asasi Manusia. Orangtua harus tahu dan paham hak anak dan menggunakan pengetahuan ini sebagai dasar dalam pengasuhan dan pendidikan anak dalam keluarganya. 

Prinsip Dasar Hak Anak

1. Anak tidak boleh dibeda-bedakan hanya karena perbedaan suku, agama, ras, jenis kelamin dan budaya,

2. Hal terbaik menyangkut kepentingan anak harus menjadi pertimbangan,

3. Anak berhak untuk tetap hidup dan berkembang sebagai manusia dengan baik. Untuk itu anak berhak mendapatkan makan-minum, pakaian dan tempat tinggal yang sehat,

4. Anak harus dihargai dan didengarkan pendapatnya

Beberapa contoh hak anak yang perlu dipenuhi oleh orangtua:

1. Anak berhak mendapatkan identitas (nama dan akte kelahiran sebagai bukti kewarganegaraan),

2. Anak berhak mendapatkan perlindungan dan keamanan. Orangtua perlu menjamin anak agar selalu dalam keadaan terlindungi dan aman. Anak juga harus dilindungi dari segala bentuk tindak kekerasan, termasuk kekerasan seksual dan termasuk yang dilakukan oleh orang-orang terdekatnya.

3. Anak berhak untuk diasuh oleh orangtua dengan penuh kasih sayang,

4. Anak berhak untuk mendapatkan pendidikan yang baik,

5. Anak berhak mendapatkan perawatan dan pelayanan kesehatan yang baik,

6. Anak memiliki hak untuk beristirahat, bersenang-senang, bermain dan melakukan aktivitas rekreasi sesuai usianya.

Di Indonesia, hak anak untuk mendapatkan perlindungan diatur dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orangtua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan,  berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

a.    diskriminasi;
b.    eksploitasi, baik ekonomi maupunseksual;
c.    penelantaran;
d.    kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e.    ketidakadilan; dan
f.    perlakuan salah lainnya.

Pasal 37C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, ”Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak”. Ancaman sanksi bagi orang yang melanggar larangan ini (bagi 
pelaku kekerasan/penganiayaan) adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)

Pemanggilan test wawancara bagi peserta yang lolos seleksi administrasi rekrutmen kpps desa randuagung

 Panitia seleksi rekrutmen kpps telah mengeluarkanPengumuman hasil seleksi administrasi rekrutmen calon kpps, dan bagi peserta yang lolos ta...