Home

Strategi dalam Pemenuhan Kebutuhan Keluarga

 


Tidak ada perjalanan perkawinan yang lepas dari masalah dan rintangan. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan tentang strategi yang dapat dipergunakan untuk menjadikan masalah yang dihadapi sebagai pelajaran berharga dalam perjalanan perkawinan dan bahkan mempererat hubungan suami istri di masa mendatang. Strategi ini diperlukan sejak gejala masalah tersebut terdeteksi atau muncul ke permukaan, atau ketika isyarat akan adanya masalah muncul.

Berikut ini beberapa strategi yang dapat dipertimbangkan 

untuk dipergunakan dalam menghadapi beberapa masalah keluarga:

1. Pembagian Peran yang Lentur

2. Bekerja sebagai Tim 

3. Relasi Berkualitas antara Kepala dan Anggota Rumah Tangga

4. Membongkar Ketabuan dan Mengedepankan Keterbukaan

5. Membudayakan Musyawarah dalam Pengambilan Keputusan

Pembagian peran dalam keluarga

 


Dalam kehidupan berumah tangga sehari-hari, ada dua peran penting, yaitu peran domestik dan peran publik. Peran domestik adalah berbagai tugas dan kegiatan yang dilakukan di dalam rumah atau kegiatan terkait tugas-tugas reproduksi. Di antara peran domestik atau tugas reproduksi adalah mencuci, membersihkan rumah, merawat anak, memasak, menemani anak belajar, dan merawat rumah. Sedangkan peran publik adalah tugas atau peran di luar rumah yang diorientasikan untuk mendapatkan dana atau uang (income) dan untuk kepentingan pengembangan potensi dan aktualisasi diri.

Dua peran ini kerap dipahami dengan pembagian peran pada suami dan istri secara baku/ketat. Laki-laki dianggap harus berperan di publik untuk mencari uang, sedangkan yang dianggap sebagai peran ideal seorang istri perempuan adalah tinggal di rumah dan mengerjakan berbagai tugas rumah tangga dan reproduksi (pengasuhan dan pendidikan anak). Akibat dari anggapan tersebut adalah istri yang berperan di publik atau bekerja di luar rumah kerap disalahkan ketika ada masalah di dalam rumah, seperti anak jatuh, atau prestasi anak menurun. Demikian pula dengan suami yang tidak bekerja dan memilih merawat rumah dan anak-anak dinilai sebagian besar masyarakat sebagai sosok atau suami yang kurang bertanggung jawab. Padahal, pada dasarnya pembagian peran ini lebih bersifat pilihan, sehingga baik suami maupun istri bisa bekerjasama baik dalam hal kerja publik untuk mencari nafkah dan aktualisasi diri maupun kerja domestik untuk tugastugas di dalam rumah. Dengan demikian suami dan istri dapat menyesuaikan dengan kondisi, kesempatan, kemampuan, dan kapasitasnya masing-masing.

Kepemimpinan dalam keluarga

 


Selayaknya bahtera yang membutuhkan nakhoda, demikian juga bahtera rumah tangga membutuhkan pemimpin yang bertanggung jawab, mengatur dan melindungi anggota rumah tangganya. Pada umumnya, pemimpin dalam keluarga adalah suami. Model kepemimpinan ini adalah kepemimpinan tunggal karena ada satu pemimpin yang bertanggung jawab terhadap keluarga. Hal ini sejalan dengan pandangan sejumlah ulama fikih dalam menafsirkan firman Allah dalam QS. An-Nisa/4: 34 yang berbunyi: Kaum lakilaki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain,...”, sebagaimana diungkapkan oleh Husein Muhammad dalam Fiqh Perempuan, dan Nasaruddin Umar dalam Argumen Kesetaraan Jender. Akan tetapi fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa dalam situasi tertentu, istri juga dapat menggantikan peran tersebut dalam rumah tangga.

Selain kepemimpinan tunggal sebagaimana gambaran di atas, pola kepemimpinan kolektif juga ditemukan dalam realitas masyarakat. Kepemimpinan kolektif ini merupakan kepemimpinan yang dimiliki bersama antara suami dan istri. Keduanya merupakan tim pemimpin yang bersama-sama memimpin dan mengelola rumah tangga. Semua ini menunjukkan keberagaman bentuk kepemimpinan dalam keluarga.

Pada dasarnya, siapa pun yang menjadi pemimpin sebaiknya tidak perlu dipersoalkan sepanjang kepemimpinannya baik dan bertanggung jawab. Pemimpin keluarga yang baik adalah: 

a. memiliki kemampuan manajerial, bersikap adil dan bijaksana, berorientasi pada kepentingan anggota keluarga, mengayomi, dan memastikan seluruh kebutuhan keluarga terpenuhi,

b. mampu bersikap adil pada seluruh anggota keluarga yang dipimpin, bukan yang menguasai, mendominasi, atau mengambil keputusan secara sepihak demi kepentingan dirinya saja,

c. mampu membangun suasana yang harmonis dan damai dalam keluarga, menciptakan budaya saling menghormati dan menghargai, serta merawat kasih sayang di antara anggota keluarga. 

Secara khusus, pemimpin keluarga haruslah memenuhi dua syarat utama, yaitu bertanggungjawab dalam pemenuhan nafkah dalam keluarga dan memiliki kemampuan manajerial dalam mengatur rumah tangga dengan adil dan bijaksana. Hal ini sejalan dengan pemahaman tafsir QS. An-Nisa/4:34. 


Problem dalam Pemenuhan Kebutuhan Keluarga

 


Layaknya bahtera yang mengarungi lautan, tak pernah ada bahtera yang berlayar di laut yang selamanya tenang. Pasti dalam perjalanan tersebut, akan ditemukan gelombang kecil dan besar, bahkan badai. Dengan kata lain, akan ada rintangan dan halangan dalam memenuhi kebutuhan keluarga tersebut. Suami dan istri harus mewaspadai berbagai masalah yang berpotensi dan biasa muncul dalam pernikahan, terutama pada tahun-tahun pertama. Dengan pengetahuan dan pemahaman terhadap berbagai potensi masalah tersebut, diharapkan pasangan suami istri dapat lebih tanggap ketika gejala masalah tersebut muncul serta bekerjasama menemukan solusi masalah tersebut pada tahapan sedini mungkin.

Berikut ini beberapa masalah yang berpotensi muncul dalam perjalanan pernikahan:

1. Kepemimpinan dalam kaluarga

2. Pembagian peran dalam keluarga

Kebutuhan yang bersifat immateri

 


Kebutuhan keluarga yang bersifat immateri (selain materi) merupakan kebutuhan keluarga yang lebih banyak berhubungan dengan rasa kenyamanan dan ketenangan anggota keluarga. Di antara contoh kebutuhan immateri ini adalah rasa mencintai dan dicintai, kasih sayang, rasa aman dan tidak takut, tenang atau tidak khawatir, merasa terlindungi, diperhatikan, dijaga, dihormati, berharga, dipercaya, dan lain sebagainya.

Pemenuhannya juga membutuhkan kesadaran dan kemauan seluruh anggota keluarga. Sikap saling menghormati dan menghargai, misalnya, dimulai dari hubungan yang saling menghormati dan menghargai antara suami dan istri. Tidak ada yang lebih dominan di antara suami dan istri karena keduanya adalah pasangan yang saling mencintai dan menyayangi. Tidak ada yang merasa lebih berkuasa di antara suami istri karena keduanya telah bersepakat seia sekata dalam suka dan duka. Dengan hubungan yang setara antara suami dan istri, maka keduanya akan sama-sama merasa dihargai dan dihormati oleh pasangannya masing-masing.

Hubungan suami istri yang saling menghormati dan menghargai tersebut akan berdampak pada hubungan keluarga yang lebih luas. Ketika anak lahir dan menjadi anggota keluarga yang baru, anak-anak tersebut di kemudian hari akan menjadikan sikap orang tuanya sebagai contoh teladan. Anak-anak akan meniru cara orang tuanya memperlakukan anggota keluarga lainnya yang penuh penghormatan dan penghargaan. Dengan demikian, di dalam keluarga akan terbangun budaya saling menjaga, saling menghormati, saling menyayangi, saling mencintai, dan saling memerhatikan. Suasana inilah yang memiliki pengaruh penting dalam membangun suasana rumah yang damai, tenang, bahagia.

Berbeda dengan kebutuhan materi, kebutuhan immateri ini tidak membutuhkan banyak uang untuk pemenuhannya. Ada banyak cara untuk memenuhinya tanpa harus bergantung kepada kemampuan finansial. Sebagai misal, suami dapat meluangkan lebih banyak waktu bersama sang istri sebagai bentuk penghargaan terhadap apa yang dilakukan oleh sang istri. Begitu pula sang istri dapat mengungkapkan rasa sayang kepada sang suami dengan memberikan pelukan atau ciuman. Walaupun demikian, pengeluaran yang dilakukan demi pemenuhan kebutuhan ini juga tidak terlarang sama sekali, seperti misalnya membelikan kado untuk istri yang sedang berulang tahun; atau memasang CCTV di rumah sebagai usaha untuk memberikan rasa aman kepada keluarga.

Kebutuhan yang bersifat materi

 


Kebutuhan keluarga yang bersifat materi merupakan kebutuhan keluarga yang membutuhkan dukungan finansial (keuangan). Kebutuhan keluarga yang bersifat materi ini terdiri dari dua hal, yaitu kebutuhan fisik dan kebutuhan non fisik. Kebutuhan fisik terdiri dari kebutuhan sandang, pangan, dan papan, sedangkankebutuhan non fisik seperti biaya-biaya yang terkait dengan kesehatan, pendidikan, pengamanan, rekreasi/hiburan, dan lainnya.

Pemenuhan kebutuhan tersebut, baik fisik dan non fisik, membutuhkan perhatian dan kerjasama suami-istri. Kedua elemen utama dalam rumah tangga ini harus duduk bersama dalam merancang dan menetapkan skala prioritas yang harus dicapai dalam perjalanan pernikahan mereka. Dalam kebutuhan fisik misalnya, keluarga baru bisa jadi akan memprioritaskan pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan terlebih dahulu. Hal tersebut dikarenakan, misalnya, suami dan istri masih berada di awal karir mereka. Tapi bisa jadi kebutuhan papan menjadi prioritas ketika keduanya sudah memiliki tabungan yang cukup.

Demikian halnya dengan pemenuhan kebutuhan non fisik. Baik suami maupun istri harus merancang dan menetapkan prioritas kebutuhan mereka. Sebagai misal, biaya persalinan menjadi prioritas jika ternyata dalam beberapa bulan setelah perkawinan istri hamil. Kemudian biaya pendidikan menjadi prioritas ketika anak sudah mencapai usia 3-4 tahun. Dan demikian seterusnya

Kebutuhan keluarga

 


Bagi umat Islam, pernikahan memiliki makna yang dalam. Pernikahan bukan hanya aktifitas yang dilaksanakan demi memenuhan kebutuhan manusia sebagai mahluk sosial belaka, tapi juga merupakan bagian dari aktifitas ibadah kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Dengan demikian, pernikahan adalah aktifitas yang memiliki dimensi ganda: dimensi duniawi yang berkaitan dengan manusia sebagai mahluk sosial, dan dimensi ukhrawi yang berkaitan dengan Sang Pencipta dengan menjadikannya sebagai bagian dari ibadah.

Islam juga mengajarkan bahwa pernikahan sebagai sebuah ikatan antara dua anak manusia memiliki tujuan yang mulia: menciptakan keluarga yang menghadirkan ketentraman (sakinah), dan kasih sayang (mawaddah dan rahmah) bagi seluruh anggota keluarga.

Untuk mewujudkan hal tersebut, kedua belah pihak (calon suami dan istri) harus memahami bahwa kehidupan berkeluarga menenteramkan dan penuh kasih sayang tersebut, hanya akan terwujud apabila kebutuhan yang mengiringi pernikahan dari mana ke masa terpenuhi dengan baik. Dan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut, selain kerjasama yang erat antara suami dan istri, keduanya harus memahami apa saja kebutuhan yang mungkin timbul dalam perjalanan mengarungi bahtera rumah tangga nanti, juga halangan yang muncul dalam pemenuhannya serta strategi yang dapat dipergunakan untuk mencapai pemenuhan tersebut.

Ketiga tema utama tersebut (varian kebutuhan keluarga, halangan, dan strategi); akan kita bahas dalam bab ini dengan harapan dapat menjadi jembatan bagi kedua pasangan yang telah berniat luhur ingin mengikatkan diri mereka dalam sebuah pernikahan yang suci.


Pemanggilan test wawancara bagi peserta yang lolos seleksi administrasi rekrutmen kpps desa randuagung

 Panitia seleksi rekrutmen kpps telah mengeluarkanPengumuman hasil seleksi administrasi rekrutmen calon kpps, dan bagi peserta yang lolos ta...