Home

Strategi Menanamkan Kedisiplinan

 Disiplin adalah patuh atau taat pada aturan. Aturan ini bisa berupa aturan agama, nilai keluarga, aturan sekolah, maupun norma masyarakat/budaya yang berlaku. Menanamkan kedisiplinan akan berhasil jika dilakukan sejak dini. 

Strategi menanamkan kedisiplinan:

1. Contohkan! 

Lakukan terlebih dahulu perilaku disiplin yang ingin ditanamkan. Ingat, anak belajar dari meniru, melihat perilaku/tindakan kita. 

2. Jelas

Aturan harus jelas! Katakan secara jelas (kongkrit) perilaku disiplin yang anda harapkan. Usahakan untuk menggunakan kalimat positif. Hindari kalimat negatif dan perintah yang diawali dengan kata “jangan” dan “tidak boleh”! Pastikan anak memahami harapan kita. Berdasar ilmu psikologi, anak sampai dengan usia 7 tahun masih belum dapat memahami kata-kata yang abstrak. Mereka hanya memahami kata-kata yang kongkrit/nyata, jelas, dan yang dapat mereka lihat.

3. Tegas

Disiplin adalah mendidik dengan tegas, bukan dengan kekerasan! Ketika anda menegakkan suatu aturan, maka bersikaplah tegas! Kata Tidak berarti tidak sama sekali! Ketika aturannya masuk akal dan anda yakin bahwa anak mampu melakukannya, maka tidak ada alasan untuk memberinya toleransi. Tegas bukan berarti anda harus bersikap keras. Tegas adalah memberi sanksi yang manusiawi ketika anak melanggar. Pemberian sanksi ini sebaiknya sesuai dengan jenis pelanggarannya. Sanksi juga perlu diberikan secepatnya. Contoh: ketika anak membuang sampah sembarangan, sanksi yang tepat adalah minta anak mengambilnya dan membuangnya ke tempat sampah. 

Menggunakan cara kekerasan adalah menerapkan hukuman, baik secara kata-kata (menyakiti hati) maupun hukuman fisik. Para ahli menyatakan bahwa hukuman mungkin akan bisa membuat anak disiplin, namun dia akan patuh jika hanya ada anda. Ketika tidak ada yang mengawasi, anak akan melanggarnya. Dampak lain, anak justru akan menjadi semakin bandel, kebal atau tidak mempan dengan hukuman yang diberikan. 

4. Konsisten

Untuk membentuk perilaku, dibutuhkan pembiasaan. Begitu juga dalam menanamkan kedisiplinan, butuh diterapkan secara berulang-ulang. Jika suatu aturan tidak ditegakkan secara konsisten, maka hasilnya tentu juga tidak akan konsisten. 


Komunikasi Positif dan Efektif

 


Dalam pendidikan anak, hubungan dan komunikasi antara orangtua dan anak adalah intinya. Di dalam interaksi yang terjadi sehari-hari terjadi proses pembelajaran dan pendidikan. Kunci dari komunikasi positif dan efektif adalah kemampuan orangtua dalam memahami anak. Anak yang merasa dipahami, akan memiliki perasaan positif, bahagia, dan berdampak pada tumbuh kembang yang lebih baik. Sebaliknya, komunikasi negatif akan mempengaruhi jiwa anak ke arah karaker yang negatif pula. 

Untuk memahami anak dengan baik, hal utama yang perlu dibiasakan orangtua adalah mendengarkan anak. Jika anak didengar dan dipahami perasaannya, dia akan merasa nyaman, dianggap penting dan berharga. Sementara, ketika anak tidak didengarkan, dia akan merasa ditolak, kesal, marah, dan berdampak negatif pada rasa percaya dirinya. 

Beberapa Kesalahan Umum dalam Pola Asuh Anak


1. Orangtua terlalu lunak / tidak tegas

a. Menyogok

b. Mengulang-ulang peringatan

c. Mengabaikan dan membiarkan perilaku salah dilakukan oleh anak

d. Memberi kesempatan kedua

e. Berdebat 

f. Memberi aturan yang tidak jelas / kurang kongkrit


2. Pola komunikasi dan interaksi yang negatif

a. Terlalu memerintah

b. Meremehkan, menyepelekan, tidak memberi pujian atas perilaku positif atau hasil karya anak

c. Membandingkan dengan anak lain (saudara atau temannya)

d. Memberi cap/julukan/label negatif

e. Terlalu menasehati/menceramahi

f. Ekspresi penolakan terhadap anak


3. Menggunakan pola kekerasan

a. Marah-marah, membentak, berteriak pada anak, berbicara kasar pada anak

b. Menyakiti emosi/hati anak: menyalahkan, 

mengkritik

c. Mempermalukan anak (terutama di depan umum)

d. Mengancam, menakut-nakuti

e. Melakukan kekerasan fisik (mencubit, memukul, menjambak, dan kekerasan fisik atau bentuk penganiayaan lain)


4. Orangtua yang kurang peduli dan mengabaikan kebutuhan anak

a. Tidak memberikan perhatian yang cukup pada kegiatan yang terkait anak 

b. Tidak peduli terhadap sekolah anak, pendidikannya, teman-temannya

c. Tidak perhatian atau tidak tertarik terhadap aktivitas dan minat anak

d. Kurang memperhatikan kesehatan anak

e. Tidak melibatkan anak ketika membuat rencana keluarga

f.Gagal dalam memberikan rasa aman dan 
perlindungan pada anak
g. Meninggalkan anak dalam waktu yang lama 
h. Tidak memberi kesempatan anak untuk bermain bersama temannya. Tidak mengijinkan anak untuk berinteraksi dengan temannya. Memisahkan anak dari teman-temannya.

Jenis-jenis Pola Asuh Anak

 


Jenis-jenis Pola Asuh Anak

1. Otoriter

Ciri pola asuh ini adalah sikap orangtua yang terlalu tegas dan tanpa menghargai anak. Orangtua otoriter cenderung memaksa anak untuk mengikuti kehendak orangtua. Orangtua membuat aturan-aturan yang harus dipatuhi tanpa mempertimbangan perasaan anak. Jika anak tidak patuh, orangtua cenderung memberi hukuman. Dampak dari pola asuh ini adalah anak merasa tertekan, tidak percaya diri, cenderung agresif/memberontak, dan tidak terampil dalam mengambil keputusan.

2. Permisif 

Ciri pola asuh ini adalah sikap orangtua yang tidak tegas dan cenderung serba boleh. Orangtua tidak memberi batas-batas yang jelas dan tegas tentang berbagai aturan perilaku. Orangtua permisif adalah orangtua yang hangat pada anak, namun terlalu membiarkan dan membebaskan anak melakukan apapun sesuai keinginan anak. Dampak negatif dari pola asuh ini adalah anak berkembang menjadi pribadi yang suka memaksakan kehendak, mau menang sendiri, kontrol dirinya kurang, dan kurang bertanggung jawab. 

3. Demokratis
Ciri pola asuh demokratis adalah sikap orangtua yang tegas tapi tetap menghargai anak. Orangtua demokratis bersikap hangat pada anak, mendengarkan, dan mampu memahami perasaaan anak. Namun tetap memiliki batasan yang jelas, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan anak. Orangtua demokratis mampu bersikap tegas untuk menegakkan aturanaturan yang sudah disepakati. Hasil dari pola asuh demokratis 
adalah anak akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, mandiri, dapat mengendalikan diri, dan bertanggung jawab.

Peran dan Tanggung Jawab Orangtua

 


Setiap orangtua bertanggung jawab atas anaknya, karena anak adalah amanah dari Allah SWT, sehingga apa yang kita lakukan terhadap anak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Allah SWT berfirman,”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”. (QS. At-Tahrim/66:6). Abdullah bin Umar dalam Tuhfah al Maudud menjelaskan,”Didiklah anakmu karena sesungguhnya engkau akan dimintai pertanggungjawaban mengenai pendidikan yang telah engkau berikan kepadanya”. 

Secara umum, peran dan tanggung jawab orangtua adalah 

sebagai berikut:

1. Perawatan: 

a. Menjaga kebersihan

b. Kesehatan (gizi, imunisasi, pengobatan yang tepat dan 

cepat)

2. Pengasuhan:

a. Memenuhi kebutuhan pangan (makanan/minuman sehat sesuai kebutuhan anak menurut usianya)

b. Memenuhi kebutuhan pakaian (bersih, sehat, dan layak)

c. Memenuhi kebutuhan tempat tinggal (aman, nyaman, dan menyenangkan)

3. Perlindungan: 

a. Menjamin anak dalam keadaan aman dan selamat

b. Melindungi anak dari perlakuan kekejaman, kekerasan, penganiayaan dan perlakuan salah lainnya.

4. Pendidikan: 

a. Memberi keteladanan dan pembiasaan untuk membangun karakter positif

b. Memberi rangsangan dan latihan agar kemampuannya meningkat

Hak anak

 


Hak anak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh anak dari sejak lahir. Yang dimaksud sebagai anak berdasar hukum yang berlaku di Indonesia adalah yang berusia dibawah 18 tahun. Hak anak ini melekat dalam diri anak dan merupakan Hak Asasi Manusia. Orangtua harus tahu dan paham hak anak dan menggunakan pengetahuan ini sebagai dasar dalam pengasuhan dan pendidikan anak dalam keluarganya. 

Prinsip Dasar Hak Anak

1. Anak tidak boleh dibeda-bedakan hanya karena perbedaan suku, agama, ras, jenis kelamin dan budaya,

2. Hal terbaik menyangkut kepentingan anak harus menjadi pertimbangan,

3. Anak berhak untuk tetap hidup dan berkembang sebagai manusia dengan baik. Untuk itu anak berhak mendapatkan makan-minum, pakaian dan tempat tinggal yang sehat,

4. Anak harus dihargai dan didengarkan pendapatnya

Beberapa contoh hak anak yang perlu dipenuhi oleh orangtua:

1. Anak berhak mendapatkan identitas (nama dan akte kelahiran sebagai bukti kewarganegaraan),

2. Anak berhak mendapatkan perlindungan dan keamanan. Orangtua perlu menjamin anak agar selalu dalam keadaan terlindungi dan aman. Anak juga harus dilindungi dari segala bentuk tindak kekerasan, termasuk kekerasan seksual dan termasuk yang dilakukan oleh orang-orang terdekatnya.

3. Anak berhak untuk diasuh oleh orangtua dengan penuh kasih sayang,

4. Anak berhak untuk mendapatkan pendidikan yang baik,

5. Anak berhak mendapatkan perawatan dan pelayanan kesehatan yang baik,

6. Anak memiliki hak untuk beristirahat, bersenang-senang, bermain dan melakukan aktivitas rekreasi sesuai usianya.

Di Indonesia, hak anak untuk mendapatkan perlindungan diatur dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orangtua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan,  berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

a.    diskriminasi;
b.    eksploitasi, baik ekonomi maupunseksual;
c.    penelantaran;
d.    kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e.    ketidakadilan; dan
f.    perlakuan salah lainnya.

Pasal 37C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, ”Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak”. Ancaman sanksi bagi orang yang melanggar larangan ini (bagi 
pelaku kekerasan/penganiayaan) adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)

Prinsip belajar dan mendidik anak

 


Prinsip-Prinsip Belajar dan Mendidik Anak

1. Meniru

Anak belajar dari contoh (meniru). Mereka adalah peniru ulung. Keteladanan dari kedua orangtua menjadi sangat penting. Anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama orangtua, maka orangtualah yang paling sering ia lihat untuk ditiru. Untuk itu setiap perilaku orangtua akan menjadi contoh dan panutan baginya.

2. Belajar adalah Proses

Belajar adalah proses yang membutuhkan kesabaran dan waktu yang panjang. Bagi anak, untuk mempelajari satu hal tidak cukup hanya sekali lalu dia langsung bisa. Dibutuhkan pengulangan. Misalnya dalam hal menanamkan sikap hidup bersih dengan membuang sampah di tempatnya. Dibutuhkan pembiasaan secara konsisten berbulan-bulan bahkan bertahuntahun agar perilaku tersebut menjadi karakternya. 

3. Menyenangkan

Dunia anak adalah dunia bermain. Namun sejatinya setiap kali mereka bermain, mereka sedang belajar. Melalui bermainlah mereka belajar, karena hati mereka senang maka banyak hal yang mereka pelajari.

4. Bertahap

Tumbuh kembang seiring sejalan dengan bertambahnya usia anak. Setiap bertambah usia, maka kemampuan mereka juga bertambah. Anak belajar secara bertahap sesuai dengan usia dan kematangannya. Sebagai orangtua, perlu memberikan rangsangan yang juga sesuai dengan usia dan kematangannya.

5. Pengulangan

Dalam proses belajar, dibutuhkan pengulangan. Pengulangan adalah penguatan. Semakin sering anak mengulang pengalaman belajarnya, maka semakin kuat dia menguasainya. Maka dari itu salah satu metode yang paling efektif dalam proses belajar anak adalah pembiasaan. Terutama pembiasaan dengan berbagai kegiatan yang menyenangkan. 


Memahami anak usia dini

 


Selanjutnya, upaya mewujudkan generasi berkualitas akan kelihatan lebih nyata setelah anak lahir. Pendidikan Anak Usia Dini (usia 0-6 tahun) merupakan fondasi bagi generasi masa depan yang berkualitas. Pada masa ini anak berada pada usia terpenting dalam hidupnya. Masa di mana anak cepat belajar dan proses tumbuh kembang berlangsung begitu pesat. Kecepatan ini tidak terjadi pada masa selanjutnya. Pada masa ini pulalah, pembiasaan sikap dan karakter positif dibentuk. Keberhasilan pada masa awal ini menjadi dasar terhadap keberhasilan di masa-masa selanjutnya. Kegagalan pendidikan anak usia dini akan berdampak besar terhadap kegagalan tahap selanjutnya. 

Pada anak usia dini, otak mereka berkembang sangat pesat. Menurut ahli, perkembangan otak anak yang berusia 8 tahun sudah mencapai 80%. Betapa pentingnya 8 tahun pertama ini akan memengaruhi manusia sepanjang hayatnya. 

Secara sederhana, tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor genetis (bawaan/turunan), dan faktor lingkungan. Faktor genetis meliputi bentuk fisik, daya tahan tubuh, termasuk sifat/temperamen dan aspek emosinya. Faktor lingkungan sudah mempengaruhi sejak bayi masih dalam kandungan. Misalnya berkaitan dengan gizi ibu, kesehatan ibu, posisi janin, gangguan hormon, serta stress yang dialami ibu. Sementara faktor lingkungan setelah anak lahir meliputi: gizi, kebersihan, kasih sayang dari kedua orangtuanya, rangsangan-rangsangan yang diberikan, stabilitas rumah tangga, dan sebagainya.

Pada umumnya, anak memiliki karakteristik yang sama, yaitu 

sebagai berikut:

1. Unik

Setiap anak adalah berbeda (unik). Tidak ada satu pun individu yang terlahir sama, meskipun kembar identik. Ciri fisik mereka berbeda, karakternya juga berbeda. Potensi setiap anak berbeda, kecerdasannya juga berbeda-beda. Mereka memiliki minat dan ketertarikan yang juga berdeda. Mereka memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Proses tumbuh kembang setiap anak juga bersifat individual, berbeda satu sama lain.

2. Aktif

Anak usia dini yang sehat akan selalu ceria dan aktif bergerak. Mereka senang berlari, melompat dan melakukan kegiatan fisik lainnya. Mereka belum bisa fokus atau duduk tenang dalam waktu yang lama. Mereka biasanya sangat tertarik dengan kegiatan menyanyi, menari dan bermain peran. 

3. Rasa Ingin Tahu

Anak-anak menunjukkan ciri rasa ingin tahu yang tinggi. Ciri ini terutama akan sangat tampak pada anak yang sudah dapat bicara. Mereka sering bertanya banyak hal. Anak juga senang mencoba-coba dan bermain bongkar-pasang. Mereka suka menghampiri dan menyentuh sesuatu (barang) yang belum mereka ketahui sebelumnya. Kemampuan berpikir mereka sedang berkembang sangat pesat.

4. Imajinasi

Pikiran anak-anak penuh dengan daya imajinasi, suka berkhayal. Seringkali pikiran mereka tidak masuk akal. Mereka memiliki bayangan dan pikiran menurut dunianya sendiri. Bahkan terkadang mereka berbicara sendiri untuk mengekspresikan pikirannya. 

Pemanggilan test wawancara bagi peserta yang lolos seleksi administrasi rekrutmen kpps desa randuagung

 Panitia seleksi rekrutmen kpps telah mengeluarkanPengumuman hasil seleksi administrasi rekrutmen calon kpps, dan bagi peserta yang lolos ta...